Ketika Kendaraan Pribadi Menjadi Kebutuhan Primer

Beberapa hari ini sobat Nde disuguhi berita tentang kelangkaan BBM diberbagai daerah akibat adanya pembatasan kuota BBM.

ilustrasi antri BBM (gambar nyomot dari Google)
ilustrasi antri BBM (gambar nyomot dari Google)

Nah seperti biasa, masing-masing pihak akan menyalahkan pihak yang lain, saling tuding sebagai penyebab semua ini, nah Nde disini akan sharing tentang kondisi yang Nde alami, tanpa bermaksud untuk ikut-ikutan menyalahkan pihak-pihak yang terkait.

Dulu waktu sekolah Nde diajarkan bahwa kendaraan pribadi bukanlah merupakan kebutuhan utama, tetapi seiring dengan perkembangan jaman, saat ini kendaraan pribadi buat sebagian besar masyarakat menjadi sebuah kebutuhan primer, tanpa kendaraan mereka tidak bisa bekerja atau menghasilkan uang, sama halnya dengan perangkat komunikasi.

Sebagai contoh, Nde tinggal di desa Karangmukti, kecamatan Cipeundeuy-Subang yang berjarak kurang lebih 25km dari kota Purwakarta atau 35 km dari kota Subang, desa Nde sendiri berjarak 4 km dari kecamatan Cipeundeuy. Dilihat dari jarak sebenarnya desa Nde tidaklah terlalu jauh dari pusat kota, dan juga tersedia jalan yang menghubungkan ke daerah lain dengan kondisi beberapa titik rusak, beberapa titik dicor, dan ada satu titik yang jomblo :mrgreen:

Nde menggunakan motor untuk menuju tempat kerja di kawasan Industri Kota Bukit Indah yang berjarak sekitar 25 km dari rumah, mengapa menggunakan motor ? Jawabannya pun klise : Murah & fleksibel, benarkah demikian ? mari kita buktikan bersama-sama 🙂

Naik angkutan umum :

  • Harus berangkat jam 06.00 untuk menunggu angkutan umum (kalo belum 1 jam menunggu mobil sudah dapat ya alhamdulillah :mrgreen: )
  • Ongkos berangkat : angdes (Rp. 3000,-) + elf (Rp. 7000,-) + ojek kawasan (Rp. 5000,-), Ongkos pulang ojek kerumah menjadi Rp. 10.000,- (karena angkot hanya sampai pukul 17.00), jadi totalnya Rp. Rp. 37.000,- per hari , jika pagi tidak mendapatkan angkot karena berebut dengan anak sekolah ya naik ojek Rp. 5000,-
  • Pulang malam maksimal jam 21.30 di perempatan Sadang karena kendaraan antar kota sudah mulai langka, ada angkot tetapi biasanya tidak sampai ke Cipeundeuy, atau dianterin dengan ongkos lebih mahal.

Naik motor :

  • BBM cukup 1 liter pertamax Rp. 11.900,- untuk satu hari pulang-pergi (apalagi kalo pake premium ya ? :mrgreen: )
  • Sisanya Nde tak perlu jabarkan lah, mulai dari fleksibilitas waktu, selap-selip diantara kemacetan de el el :mrgreen:

Nah dari alasan diatas  tentu saja solusinya adalah memiliki kendaraan pribadi. Hal diatas juga tidak hanya dialami oleh Nde, tetapi Nde yakin dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan rata-rata tetangga Nde memiliki motor lebih dari satu, bukan pamer atau sok gaya, karena hal ini adalah suatu KEBUTUHAN. Motor yang dimiliki pun tidak semua baru. Yang penting bisa dipergunakan 🙂 .

gambar dari google
gambar dari google

Sebenarnya kalau saja biaya transportasi murah, terus tersedia kapan saja, Nde pribadi tentu saja memilih naik angkutan umum, karena resiko mengendarai motor lebih besar, tetapi dengan kondisi yang sekarang masa mau diem dirumah nunggu angkutan kondisinya ideal ? ya engga kan 😦 .

Keputusan untuk membatasi kuota BBM dibanding menaikkan harga mungkin menurut bapak pejabat “konon” lebih tepat, sedangkan Nde berpikir lebih baik pasokan BBM lancar (dengan harga yang dinaikkan /tanpa subsidi) dibanding dengan tetap disubsidi tetapi BBM langka 😦 . Toh orang Indonesia itu demo kenaikkan BBM paling 1-2 bulan setelah itu akan terbiasa dan tetap membeli BBM yang mahal.

Anjuran pemerintah untuk menggunakan BBM non subsidi juga harus kita dukung. Tetapi biar lebih afdol urusin dulu tuh yang namanya transportasi umum termasuk angkutan barang sehingga masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum 🙂

Akhir kata salam setengah biker alias Ride to Live ( Live to Ride-nya belum :mrgreen: )

salam dari desa 😉

 

 

 

 

 

 

47 tanggapan untuk “Ketika Kendaraan Pribadi Menjadi Kebutuhan Primer

Tinggalkan Balasan ke ndesoedisi Batalkan balasan